Nusa,
Rambutmu
hitam tergerai terbawa tangan sang angin laut,
Hitamnya
terlalu silau bagi siapapun,
Wanginya
membelai siapapun,
Mengapa
tanganmu terlipat dan mentap kearah laut?
Adakah
menunggu dia datang?
Tapi siapa
yang akan datang?
Bahkan
camarpun tidak ada yang membawa berita,
Kami sedang
tertawa dibelakang punggungmu,
Kami semua
berlari tanpa sendu,
Tidak ada
yang tersakiti saat kamu memunggungi,
Lalu apa lagi
yang kamu tunggu sambil berdiri menyepi?
Ijinkan aku
melihat ketempat matamu memandang,
Aku tahu itu
laut Jawa jika itu pandanganmu,
Tidak ada
kapal ataupun apapun selain buih sang raja utara,
Bahkan
pasirpun terasa tidak terasa di kakiku,
Tapi biru
mendadak coklat yang terbawa angin,
Lalu kenapa
tidak berhenti menatap?
Lalu kenapa
tidak segera berteduh jika memang akan hujan?
Apakah ini
kesetiaan yang coba kau katakan lewat matamu yang menatap?
Tapi tidak
ada salahnya aku menemani,
Tapi tidak
ada salahnya kami semua berlari dan menemanimu,
Tapi tidak
ada salahnya kami semua kini mencari tahu,
Tapi tidak
ada salahnya kini kami menatap gelap yang mendekati,
Apakah ini
air mata dari sang biru yang terlahap gelap?
Apakah ini
yang kamu tunggu?
Apakah gelap
atau air mata sang hari?
Ataukah pupus
yang kamu nanti?
Nusa yang
kini berambut basah,
Peganglah
tangan kami semua yang berada diantara batu,
Percayalah
kepada kami semua yang berada disampingmu,
Percayalah
kami akan menanti bersamamu hingga hilang air mata dan hilang suara jeritan..
(rEn)