Melambungnya harga susu membuat banyak ibu merasa panik. Lebih lagi dewasa
ini telah banyak beredar isu bahwa tidak minum susu bisa membuat pertumbuhan
anak terganggu.
P
|
Ada awal tahun 1950-an, prof Poorwo Soedamo mencetuskann
prinsip “Empat Sehat Lima Sempurna” yang menempatkan susu pada urutan terakhir
sebagai penyempurna sehat. Orang awam pun akhirnya beranggapan bahwa susunan
hidangan akan menjadi tidak sempurna tanpa kehadiran susu. Bahkan banyak orang
tua yang beranggapan bahwa minum susu saja tanpa mengkonsumsi makanan lain
sudah cukup memenuhi kebutuhan gizi anak. Padahal anggapan tersebut tidaklah
benar.
Yang
paling terpenting adalah menu seimbang
Prinsip “Empat Sehat Lima Sempurna” yang menempatkan susu
sebagai penyempurna sehat, membuat banyak orang berfikir bahwa kalau tidak
minum susu berarti tidak sehat. Padahal tidak begitu kenyataanya. Sebenarnya
prinsip “Empat Sehat Lima Sempurna” sendiri sudah dianggap kuno dan diganti
menjadi Pedoman Umum Gizi seimbang (PUGS) sejak 18 tahun yang lalu.
Konferensi gizi internasional yang dilakukan di Roma pada
tahun 1992 merekomendasikan agar setiap negara menyusun Pedoman Gizi seimbang
(PGS) untuk mencapai dan memelihara kesehatan serta kesejahteraan gizi (nutritional well-being). Indonesia
sendiri saat itu menghadiri dan menandatangani rekomendasi tersebut. Maka,
indonesia menyusun PGS tersebut dan menjabarkannya sebagai 13 pesan dasar yang
disebut Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Kemudian, PUGS ini dikeluarkan oleh
Direktorat Gizi Depkes pada tahun 1995.
PUGS menekankan pada pemenuhan Gizi Seimbang dengan konsumsi aneka makanan sumber tenaga (karbohidrat), zat pembangun (protein), dan zat pengatur (vitamin serta mineral). Jadi, untuk memperoleh tubuh sehat dan gizi yang baik, tidak bisa diperoleh dari satu sumber saja. Banyak ibu yang menganggap bahwa minum susu saja sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi dan nutrisi anak. Apalagi dengan semakin gencarnya promosi produk susu di televisi yang mengatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak tergantung pada susu.
Sebenarnya, susu bukanlah makanan yang wajib dikonsumsi setelah anak berusia diatas dua tahun, karena yang terbaik adalah aneka ragam makanan yang dikonsumsi secara seimbang. Keseimbangan konsumsi gizi dan aneka ragam makanan tidak perlu diukur dengan berapa gram kita makan nasi, telur, daging, sayur dan buah dalam sehari. Tubuh akan terasa tidak enak bila tidak mengkonsumsi sayur atau buah, karena metabolisme karbohidrat sangat terbantu oleh kehadiran vitamin dan mineral yang terdapat pada sayur dan buah. Hal ini juga berlaku bila kita mengkonsumsi karbohidrat komplek terlalu sedikit, hal ini akan membuat kita cepat sekali merasa lelah karena kurangnya suplai karbohidrat yang akan dibakar menjadi energi tubuh. Dengan tekhnik toleransi tubuh inilah kita bisa hidup sehat tanpa mendewakan bahwa satu jenis makanan mempunyai khasiat lebih tinggi ketimbang lainnya, karena kondisi tubuh yang prima adalah akibat dari konsumsi aneka ragam makanan yang seimbang.
Tidak Ada Makanan Yang Lengkap Gizinya
Sangat banyak mitos kehebatan susu yang membuat orang
beranggapan bahwa sarapan dengan segelas susu sudah memadai. Padahal, sarapan
akan lebih bergizi bila disiapkan makanan lain selain susu, seperti
buah-buahan.
Pada dasarnya tidak ada makanan yang lengkap kandungan
gizinya. Begitu pula dengan susu. Kandungan zat besi pada susu relatif sangat
rendah. Di Amerika Serikat dijumpai masalah Anemia (kurang zat besi) pada
anak-anak. Penyebabnya adalah konsumsi susu yang berlebihan, sehingga anak-anak
tersebut mengurangi konsumsi makanan lain yang lebih kaya akan kandungan zat
besi. Oleh karena itu, perhatikan konsumsi susu anak Anda. Jangan memaksa anak
Anda untuk mengkonsumsi susu terlalu banyak, karena susu mengandung kadar
tinggi karbohidrat dan lemak yang akan membuat rasa kenyang lebih lama.
Konsumsi susu sampai bayi berusia 6 bulan adalah sekitar 900 - 1200 ml per hari.
Setelah lebih dari 6 bulan kebutuhan susu semakin berkurang karena anak sudah
mengenal makanan lain sehingga cukup diberikan 300 – 400 ml perhari. Setelah
lebih dari 2 tahun cukup sekitar 200 ml. Pada usia di atas 2 tahun, anak-anak
harus di prioritaskan makan tiga kali. Sungguh tidak bijaksana bila orangtua
memaksa anak untuk meminum susu lebih dari lima gelas dan membiarkannya makan
hanya 2 kali sehari.
Banyak ibu yang beranggapan bahwa anak yang sehat adalah
anak yang gemuk dan minum susu merupakan salah satu cara untuk menggemukan
anak. Karena itu mereka berlomba-lomba memberi anaknya susu setiap hari.
Padahal tubuh gemuk tidak selalu menandakan anak sehat, tetapi justru merupakan
indikasi adanya ketidak seimbangan gizi kerena lemak yang menumpuk di berbagai
bagian tubuh. Hal ini menimbulkan berbagai faktor resiko berbagai penyakit
seperti hipertensi dan jantung koroner. Minum susu, terutama bila berlebihan,
memang bisa menggemukan karena kontribusi lemaknya yang relatif tinggi. Oleh
karena itu minum susu harus sesuai dengan takarannya. Susu dikonsumsi bukan untuk
menggemukan badan, tetapi untuk memberikan kontribusi protein yang meskipun
kecil tetapi berkualitas. Juga untuk menyumbangkan kalsium yang dapat
menguatkan tulang dan mencegah osteoporosis.
Asi Tetap Tidak Tergantikan
Gencarnya promosi susu promula membuat para ibu berpikir
bahwa bayi dan balitanya harus diberi susu formula jika menginginkan mereka
sehat. Selain itu, para produsen juga memberi iming-iming berbagai vitamin dan
zat gizi tambahan ke dalam prosuk mereka, seperti DHA (decosahexanoid acid) dan AA (arachidonic
Acid), yang serig diklaim dapat membantu perkembangan otak bayi. Mitos
tentang “bayi gemuk adalah bayi sehat” kemudian menambahkan susu formula agar
bayinya gemuk. Padahal, seperti yang telah dijelaskan, bayi sehat tidak harus
gemuk.
UNICEF Indonesia pada tahun 2007 silam menghimbau kepada
masyarakat agar tidak tergantung pada susu formula. Alasannya, belum ada
penelitian ilmiah yang menunjukan bahwa tanpa mengkosumsi susu formula,
kesehatan dan pertumbuhan anak (UNICEF) terhambat. Para ahli kesehatan anak
bersama Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Dana PBB untuk anak pada tahun 1990 di
Innocenti, Italia, mendeklarasikan Asi sebagai makanan tunggal yang mampu
memenuhi kebutuhan manusia untuk tumbuh selama enam bulan pertama kehidupannya.
Meski banyak susu formula yang dibuat dengan komponen
semirip mungkin dengan Air Susu Ibu (ASI), ASI tetap tak tergantikan. Antibodi
untuk kekebalan tubuh dan berbagai enzim yang tergantung dalam ASI untuk
penyerapan seluruh zat gizi belum bisa ditiru oleh susu formula. ASI mengandung
banyak zat pelindung., antara lain imonuglobulin dan sel-sel darah putih hidup
yang perlu untuk membantu kekebalan tubuh bayi. Selain itu, ASI mengandung zat
yang tidak terdapat dalam susu sapi, dan tidak dapat dibuat duplikasi atau
tiruannya dalam susu formula, yaitu faktor bifidus. Zat ini penting untuk
merangsang pertumbuhan bakteri Lactobacillus
bifidus yang membantu melindungi usus bayi dari peradangan atau penyakit
yang ditimbulkan oleh infeksi beberapa jenis bakteri merugikan. Sedangkan susu
formula hanya sedikit mengandung imonoglubulin, dan sebagian besar merupakan
jenis tidak dibutuhkan oleh tubuh bayi. Selain itu, tidak mengandung sel-sel
darah putih dan sel-sel lain dalam keadaan hidup.
ASI juga meningkatkan IQ anak. Penelitian di Eropa menunjukan, anak-anak usia 9,5 tahun
yang mendapat Asi Ekslusif mempunyai IQ 12,9 poin lebih tinggi daripada anak
seusia yang tidak mendapatkan ASI Ekslusif. Zat serupa dalam ASI yang penting
untuk perkembangan otak, DHA dan AA, kini dicampur ke dalam susu formula. Namun
zat itu belum tentu bisa diserap tubuh bayi karena pembentukan enzim pencernaan
bayi baru sempurna pada usia kurang lebih 5 bulan. ASI mudah dicerna bayi
karena mengandung enzim-enzim yang dapat membantu proses pencernaan, antara
lain lipase (untuk menguraikan lemak), amilase (untuk menguraikan karbohidrat)
dan protease (untuk menguraikan protein). Hal ini belum bisa ditiru susu
formula, karena enzim rusak bila dipanaskan. Peran lain ASI yaitu soal EQ
(kemampuan sosialisasi) anak. Kedekatan dengan ibu sewaktu menyusu, membuat
anak merasa aman dan disayang. Ini sangat berpengaruh dalam perkembangan emosi
anak.
Jadi, pemberian susu formula kepada bayi sebaiknya hanya
dalam kondisi-kondisi tertentu, yaitu jika ibu mengalami masalah atau kesulitan
untuk menyusui, misalnya produksi ASI yang kurang atau ibu memiliki penyakit
tertentu yang dapat ditularkan pada anak yang disusuinya. Tetapi sebaiknya
konsultasikan terlebih dulu kepada dokter. (RARA)
Dikutip dari berbagai sumber : info kesehatan ibu dan balita, Femina, kartika
(majalah wanita Indonesia), gizi seimbang, IDAI.