Jakarta, 14 November 2012 - Taman Mini Indonesia Indah menggelar acara tradisi Kirab Satu Suro. Bulan Suro oleh bangsa Jawa adalah bulan yang sakral. Saat itulah masyarakat Jawa melakukan pembersihan diri, perenungan, dan pendekatan diri kepada Yang Maha Kuasa. Bulan Sura juga disebut bulan syukur atas rezeki yang sudah diberikan dan upaya penemuan jati diri agar selalu Eling lan Waspada.

Suro ini ini dimulai sekitar pukul 19:00 WIB sampai dengan pukul 21:00 WIB. Berdasarkan sejarahnya, satu suro diperingati pada malam hari setelah magrib, pada hari sebelum tangal satu yang biasanya disebut malam satu Suro. Hal ini karena pergantian hari Jawa dimulai pada saat matahari terbenam dari hari sebelumnya, bukan pada tengah malam.

Satu suro adalah hari pertama dalam kalender Jawa di bulan Sura atau Suro, dimana bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender Hijriyah karena kalender Jawa yang diterbitkan Sultan Agung mengacu penanggalan Hijriyah. “ Kirab Satu Suro ini merupakan sejarah dimana toleransi kita terhadap Agama Islam dan Hindu , diawali oleh Sultan Agung , dimana dia memadukan antara penanggalan Islam dan Hindu. Dan kami saat ini dapat melangsungkan keragaman itu dengan baik dan rutin “, tutur ibu Mahar Fajaroh, selaku Wakil Sekjen FKPPAI (Komunikasi Paranormal dari Seluruh Alternatif Indonesia ).

Pada kegiatan Kirab Satu Sura tahun ini, TMII meng- Kirabkan beberapa benda-benda pusaka dari kerajaan Majapahit. Selain itu, banyak juga pengisi acara yang menghibur para pengunjung yang menyaksikan kegiatan kirab satu Sura. Bunda Nurma salah satunya, beliau merupakan salah satu pengisi acara kirab satu Suro. Beliau membawakan tarian perang yang berasal dari Kalimantan Timur.



 “ Tarian yang saya bawakan tadi merupakan tarian perang dari Kalimantan Timur. Perang ini terjadi karena para pemimpin (raja-raja) telah meninggal. Jadi begini ceritanya, suatu hari berperanglah di Hulu sungai Mahakam disuatu desa termasuk Suku Tanjung. Saat perang banyak laki- laki yang meninggal. Hal ini membuat ratu ikut perang beserta seorang Beliang (dukun). Jadi perang ini disertai oleh seorang dukun, sehingga para wanita memenangkan. Disinilah kami rebut kembali kekuasaan kerajaan itu ”, terang bunda Nurma yang berperan sebagai salah satu pengisi acara.

Kegiatan kirab satu sura ini rutin dilaksanakan oleh TMII setiap tahun. Menurut rencana kegiatan ini akan terus dilanjutkan dan dikembangkan, karena inilah salah satu bentuk bukti cinta kepada para leluhur bangsa Nusantara ini. “Harapan ke depan kegiatan ini harus terus digiatkan, karena ini kan merupakan salah satu budaya kita. Bangsa ini harus berdiri di tiap-tiap budaya yang dimilikinya. Inilah budaya-budaya kita, dan budaya ini lah yang mempersatukan kita. Budaya bersifat universal .” tutur ibu Mahar Fajaroh. (RR)
Comments
0 Comments

0 komentar:

 
Top